KISAH PANJANG SEBELUM PENETAPAN NAMA MENJADI SUBULUSSALAM




Ibu kota kecamatan Simpang Kiri pertama kalinya berada di Rundeng,pada masa dahulu salah satu transportasi yang sangat populer adalah lewat jalur air,sungai soraya yang melintasi Rundeng,Kuala kepeng,Gelombang bahkan sampai ke Kota Cane (Aceh Tenggara) merupakan salah satu jalur lewat air yang sangat ramai dilewati.Kendati sepeti itulah Rundeng merupakan ibukota dari kecamatan simpang kiri.

Dengan berjalannya waktu dan perkembangan jaman didukung dengan berbagai pemikiran yang maju dan moderen tentang masa depan kecamatan Simpang Kiri,maka kesepakatanpun tercapai melalui peroses musyawarah dengan semua lapisan masyarakat,bahwa ibukota kecamatan Simpang Kiri akan direlokasikan ketempat yang lebih nyaman dan strategis,maka Ibukota kecamatan simpang kiripun direncanakan pindah tempat ke Bustaniyah sekitar 6 km dari Rundeng.Di Bustaniyah tersebut akan dibangun pemukiman penduduk yang  tertata degan rapi serta direncanakan dibangun kantor Ass.Wedana.


Semua rencana tersebut tidaklah tercapai sesuai dengan kesepakatan,karena adanya pemberontakan PRRI didaerah Dairi Sumatra Utara,aksi pemberontakan tersebut berdampak langsung pada daerah Singkel dan khususnya Simpang kiri,bahkan masyarakat pernah menangkap anggota pemberontak PRRI tersebut didaerah Penanggalan dan Pasir belo,maka secara spontanitas masyarakat yang berasal dari desa Perongil (Kab.Dairi) hijrah ke kecamtan simpang kiri untuk melindungi diri dan keluarga dari aksi pemberontakan tersebut.Masyarakat yang bersal dari perongil tersebut bermukim didaerah Kombih,Belegen dan Penanggalan.


Rencana untuk melakukan pemindahan kecamatan simpang kiri kembali diusulkan kepada Bupati Aceh Selatan,agar ibukota kecamatan Simpang kiri beserta jajarannya dipindahkan ke Bustaniyah,namun Bupati Aceh Selatan melalui T.M Yunan,( Bupati saat itu sedang ada tugas dibanda Aceh).menolak permohonan masyarakat tersebut, dengan alasan bahwa di Bustaniyah tersebut rawan dari pemberontakan PRRI serta di Bustaniyah masih tergolong tempat yang jauh dari keramaian dan  belum terdapat banyak rumah penduduk.


Selang beberapa tahun kemudian maka Gubernur Prov.DI Aceh mengeluarkan surat untuk menunjuk kewedanan Singkil dijadikan daerah kerja Badan koordinasi Pembangunan Masyarakat Desa (BKPMD),maka Wedana Singkil menunjuk Simpang kiri sebagai daerah kerja BKPMD yang lokasinya berada di Simpang Empat (nama pertama Subulussalam) Karena lokasi tersebut sangatlah strategis yang langsung berbatasan dengan kemukiman Belegen dan kemukiman Penanggalan.

Pada awal tahun 1962 Bupati Aceh Selatan beserta Dandim 0107 Aceh selatan melakukan kunjungan kerja kedaerah Simpang kiri, dalam kunjungan tersebut disempatkan melakukan musyawarah dengan semua unsur muspika dan masyarakat di Rundeng yang dihadiri oleh Wedana Singkil  dan kepala jawatan dalam wilayah simpang kiri yaitu dari Kantor Urusan Agama,Penerangan,Kehutanan dan balai Pengobatan serta dari Kepala mukim Binanga,Keucik dan pemuka masyarakat mereka membicarakan tentang  isu pemindahan kecamatan Simpang kiri ketempat yang lain.



Hasil dari musyawarah tersebut melahirkan kesepakatan yang sama bahwa kecamatan Simpang kiri akan dipindahkan ke tempat wilayah kerja Badan Koordinasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (BKPMD) di Simpang Empat.Perpindahan kecamatan Rundeng ke Simpang Empat mendapat respon negatip dari masyarakat karena mereka menganggap Simpang Empat terlalu jauh dari Rundeng sehingga masyarakat kewalahan dalam melakukan urusan dengan Pemerintah,  padahal keinginan masyarakat tersebut bukan ke Simpang Empat tapi ke Bustaniyah. namun walaupun demikian peroses pemindahan tetap berjalan lancar,aman dan damai.


Bangunan yang sudah ada di Bustaniyah  segera dipindahkan ke Simpang Empat untuk dijadikan kantor Ass.Wedana kecamatan Simpang kiri.kondisi bangunan tersebut sangatlah darurat,atapnya saja terbuat dari daun rumbia dan lantainya langsung bersentuhan dengan tanah tanpa ada sandaran sedikitpun,serta dindingnya terbuat dari papan dan kayu.

Keadaan darurat itu tidaklah berjalan lama,  Berselang beberapa waktu Bupati Aceh selatan memberikan bantuan semen dan seng untuk pembangunan kantor tersebut sekaligus bupati Aceh selatan mengubah nama Simpang Empat menjadi Bandar Baru.


Sampai pada saat ini sebagian kecil masyarakat kota Subulussalam masih tetap menyebut nama Subulussalam dengan sebutan Simpang empat, nama tersebut sudah melekat pada sebagian masyarakat khususnya yang sudah berusia tua.

Setelah simpang kiri pindah ke Simpang Empat dan Simpang Empat dirubah dengan namaBandar Baru,maka pembangunanpun dimulai dengan mendirikan Sekolah Dasar Swasta dan diikuti dengan pembanguna Masjid Jamik.



Pada tanggal 13 september 1962 Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan rombongan tiba di kecamatan simpang kiri,Gubernur dan rombongan menginap di Rundeng dan pada tanggal 14 september 1962,Gubernur D.I Aceh Prof. Ali Hasyimi yang merupakan ulama kharismatik Aceh melanjutkan perjalanannya ke Bandar baru, kehadiran sang ulama sekaligus selaku  gubernur ini disambut dengan antusias oleh masyarakat.Setelah sambutan diberikan dan sosialisasi tentang perobahan dan penetapan nama Bandar baru tersebut sebagai  daerah kerja BKPMD,maka Gubernur Daerah Istimewa Aceh pun Bapak Prof.Ali Hasyimi meresmikan ibu kota kecamatan Simpang Kiri sekaligus memberikan nama yang baru dariBandar Baru di robah menjadi Subulussalam.


Nama Subulussalam  diambil dari bahasa arab yang artinya “Jalan menuju kedamaian”.Dan setelah peresmian ibukota kecamatan Simpang Kiri yang baru tersebut maka Bapak Gubernur pun meletakkan batu pertama pembangunan masjid jamik yang berada dijalan Hamzah fansuri kota subulussalam.



Kesimpulan:
  • Dari sejarah singkat diataslah dapatlah disimpulkan bahwa nama Subulussalam adalah sebuah nama yang diberikan oleh seorang ulama kharismatik yang menjabat sebagi Gubernur Daerah Istimewa Aceh yaitu Alm. Prof. Ali Hasyimi.Beliaulah yang menggantikan nama Bandar Barumenjadi nama yang sangat indah dan penuh dengan makna Subulussalam yang artinya “Jalan Menuju Kedamaian”Dalam seminar hari jadi Subulussalam maka sangatlah tepat hari jadi Subulussalam ditetapkan pada  tanggal 14 september 1962 yang sesuai dengan tanggal nama itu diberikan oleh Bpk Prof.Ali Hasyimidan dalam setiap tanggal 14 september akan dijadikan sebagai hari jadi Subulussalam yang akan diperingati setiap tahunnya.

  • Pengantian nama daerah tersebut berawal dari sebutan masyarakat Simpang Empat,kemudian Bupati Aceh Selatan pada awal tahun 1962 merubah Simpang Empat menjadi Bandar Baru dan yang terakhir pada tanggal 14 september 1962 Gubernur D.I AcehProf. Ali Hasyimi  Bandar Baru merubah menjadi Subulussalam dan sampai pada saat ini Subulussalam berubah status menjadi daerah otonom Pemerintah Kota (Pemko) Subulussalam.
  • Untuk saat ini Subulussalam sudahlah menjadi Daerah Otonom yang dilahirkan oleh Kabepaten Aceh Singkil dan jadilah dia menjadi Kota Madya Subulussalam yang mempunyai lima Kecamatan yaitu Kecamatan Simpang Kiri,Sultan Daulat,Runding,Penanggalan dan Kecamatan Longkip.
  • Khusus Nama Kecamatan Sultan  Daulat diambil dari nama seorang raja dan  pahlawan sewaktu penjajahan dahulu,dialah Sultan Daulat yang saat ini sudah dijadikan sebagai Pahlawan Daerah kota Subulussalam dan saat ini sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional dikarenakan banyaknya kontribusinya terhadap kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia.


sumber : Andong Maha 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Segelintir Kisah Makam SYEKH MAULANA ABDUL QADIR di Gosong Telaga Aceh Singkil yang Dianggap KERAMAT

TOKOH PANUTAN MASYARAKAT ACEH SINGKIL dan SUBULUSSALAM

ADAT PERKAWINAN DALAM MASYARAKAT SINGKIL DAN KOTA SUBULUSSALAN

Begini SEJARAH PULAU BANYAK ( ACEH SINGKIL )

GAMBARAN UMUM KOTA SUBULUSSALAM

kisah SRIKANDI ( SITI AMBIA ) SINGKIL yang MENAKLUKKAN BELANDA

SIMPANG KIRI dan SIMPANG KANAN Sebagai Wilayah ADMINISTRATIF Era Pemerintahan HINDIA BELANDA

BENTENG KOLONIAL BELANDA SEWAKTU di ACEH SINGKIL ( Tempoe Doeloe )

Derita Kerajaan Singkil Era Penjajahan Belanda dan Jepang